Probolinggo - (11/10/2024) Dalam rangka menjaga kelestarian tradisi serta memperkuat hubungan harmonis antara manusia dan alam, Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Probolinggo melalui Bagian Kesatuaan Pemangkuaan Hutan (BKPH) Probolinggo menggelar syukuran adat sebelum melaksanakan kegiatan tebangan kayu di kawasan hutan petak 12D Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Bantaran.
Upacara syukuran ini merupakan wujud komitmen Perhutani dalam mempertahankan kearifan lokal dan budaya masyarakat setempat, yang telah turun-temurun menghormati alam melalui ritual-ritual keagamaan dan adat.
Kepala Perhutani KPH Probolinggo Aki Leander Lumme, S.Hut, Melalui Kepala Sub Kesatuan Pemangkuan Hutan (SKPH) Probolinggo Sem Charles, S.Hut menjelaskan bahwa kegiatan syukuran sebelum penebangan kayu menjadi tradisi yang dijunjung tinggi, tidak hanya sebagai bentuk penghormatan terhadap lingkungan, tetapi juga sebagai simbol permohonan keselamatan dan keberkahan selama proses penebangan berlangsung.
“Kami memahami betul pentingnya menjaga kearifan lokal. Melalui syukuran ini, kami tidak hanya meminta izin kepada alam, tetapi juga memohon perlindungan dari Yang Maha Kuasa agar seluruh kegiatan berjalan dengan lancar dan selamat, ” ujarnya.
Dalam acara tersebut, turut hadir Kepala Sub Kesatuan Pemangkuan Hutan (SKPH) Probolinggo Sem Charles, S.Hut, Kepala Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (KBKPH) Probolinggo Slamet, Kepala Resort Pemangkuan Hutan (KRPH) Bantaran Mokhamad Amin, Ketua Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Keduwung Makmur Edi Supangkat, Kepala Desa Kedawung Cipto, Tokoh Masyarakat M.Jaelani dan masyarakt sekitar Hutan yang bersama-sama memanjatkan doa dan syukur.
Tradisi ini, yang dikenal sebagai bagian dari budaya agraris masyarakat hutan, diyakini mampu menjaga keseimbangan antara manusia dan alam, serta mengurangi risiko kerusakan lingkungan akibat eksploitasi yang tidak terkontrol.
Baca juga:
Tony Rosyid: Demokrat, Berhentilah Meratap
|
Syukuran adat ini juga menjadi momentum penting bagi Perhutani untuk terus mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya pengelolaan hutan yang lestari.
“Selain aspek teknis pengelolaan hutan, kami juga menekankan nilai-nilai tradisional yang menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas masyarakat hutan. Kegiatan syukuran ini adalah salah satu cara kami untuk terus melibatkan masyarakat dalam pelestarian budaya sekaligus menjaga hutan dari kerusakan, ” tambah Sem.
Baca juga:
Anies Baswedan di Mata Seorang Sulfikar Amir
|
- Jaelani Salah satu tokoh adat setempat menyatakan bahwa tradisi syukuran sebelum kegiatan penebangan kayu telah dilakukan sejak zaman nenek moyang mereka. Menurutnya, kegiatan ini bukan hanya sekedar seremonial, melainkan bagian dari keyakinan bahwa manusia harus menjaga hubungan yang harmonis dengan alam. “Hutan adalah sumber kehidupan kita, dan kita harus merawatnya dengan penuh rasa syukur. Syukuran ini adalah bentuk penghormatan kepada alam yang telah memberi kita sumber daya, ” katanya.
Selain mempertahankan kearifan lokal, Perhutani juga berkomitmen untuk melakukan pengelolaan hutan secara berkelanjutan. Setelah kegiatan penebangan, lahan yang digunakan akan segera direhabilitasi melalui program reboisasi dengan menanam bibit pohon baru, guna menjaga keseimbangan ekosistem.
Kegiatan ini dilakukan dengan prinsip cut and replant, di mana pohon yang ditebang akan diganti dengan bibit baru yang telah disiapkan.
Perhutani Probolinggo berharap, melalui sinergi antara kearifan lokal dan prinsip-prinsip modern dalam pengelolaan hutan, kelestarian alam dapat terjaga, dan masyarakat sekitar hutan tetap dapat merasakan manfaat secara ekonomi dan ekologis dari hutan yang lestari.@Red.